Jumat, 15 Juli 2011

SELENDANG PEMBUNUH ANGGANG (20)

20

Kati Muno

          Westenk Jr kembali ke hotel bersama Lola. Wajahnya keruh tapi lelaki itu berusaha memperlihatkan senyum pada gadis itu. “Lola, kita tunda keberangkatan ini, dua hari lagi. Mungkin Selendang Pembunuh Anggang itu tidak berjodoh menjadi milik saya.”
“Atau kita hubungi Tuan Logos di P,” gadis itu mengusulkan.
Diam sejenak Westenk Jr. Ia kemudian menggeleng halus. “Tidak usah sekarang. Sebaiknya kita istirahat dulu. Dan yang paling penting, kamu ada di samping saya.”
Malam telah tiba. Cahaya rembulan masuk ke kamar Westenk Jr dan Lola yang sedang tidur seranjang. Sepoi-sepoi angin laut merembes lewat ventilasi. Kesejukan hembusan angin membangunkan gadis itu.   
            Lola membuka mata perlahan-lahan. Westenk Jr yang berbaring di sampingnya sedang lelap. Gadis itu lantas beringsut ke pinggir ranjang, duduk termangu di sana. Sekonyong-konyong bertiup angin kencang. Pintu jendela terbuka lebar!
Segera Lola turun dari ranjang, ia bergegas menutup jendela. Kala hendak kembali ke ranjang, angin bertiup lagi. Jendela terbuka. “Kok terbuka. Bukankah saya sudah mengunci jendela itu,” gumamnya heran. Dengan kesal Lola kembali turun dari ranjang, mendekati jendela, bermaksud hendak menutupnya.
Di luar sana, gadis tersebut melihat bulan tumbuh selebar nyiru. Gadis itu terpana, ada sesuatu kekuatan  gaib menariknya, agar dia terus memandang bulan di atas sana. Lola menyaksikan dari bulan keluar dan melayang sosok aneh, seekor makhluk berkepala ular. Makhluk itu menatap tajam pada Lola.
Lola tertegun. Makhluk aneh itu melayang ke arah gadis tersebut. Bergetar lembut tubuh gadis itu lembut. Seekor kelelawar hinggap di ruang tamu kamar. Lalu terbang lagi. Saat itu perut Lola terasa mulas. Mulas yang tak tertahankan, segera ia bergegas ke kamar mandi.
Betapa terkejutnya Lola, di selangkangannya meleleh darah. Ia rebah di lantai kamar mandi, lemas sekujur tubuhnya. Perutnya terasa seperti diudak-udak, ada sesuatu benda bergerak kencang. Sekujur tubuhnya seakan-akan rontok. Lalu berteriak minta tolong. Namun Westenk semakin pulas.

*

Malam itu Nago tersentak dari tidurnya. Atos mendengkur di sebelahnya. Ada sesuatu kekuatan luar biasa yang membuat ia terbangun. Ia melangkah ke rungan tamu. Semua penghuni rumah itu tidur pulas.
Di luar pun sepi ketika Nago menyingkapkan gordin. Ia memandang bulan yang menggantung di angkasa. Langit bersih. Lelaki itu membiarkan gordin tersingkap, ia duduk sendirian di ruang tamu tersebut.
Sekonyong-konyong kedengaran suara menggema memenuhi ruangan. Nago berpaling ke kiri kanan. Tidak ada siapa-siapa di ruang tamu tersebut. Termanggu Nago sendiri. “Saya mendengar gema suara Tuan Janaka Montrolot. Tapi kenapa ia tidak mewujudkan diri?”
Angin berdesir halus.
“Kati Muno segera lahir. Kelahirannya tak dapat ditolak lagi. Semua itu telah tersurat dalam Tambo.”
“Tuan Janakakah itu?”
“Ya. Karena itu kamu harus kembali ke Alam Antah Berantah. Di sana kita akan bicara tentang Kati Muno.”
Alam Antah Berantah. Apa saya bisa kembali ke sana?”
“Kenapa tidak.”
“Bagaimana saya bisa masuk ke sana?”
“Nanti kamu akan tahu.”
Tiba-tiba terasa getaran di ruang tamu itu.
“Guru!”
Suara Tuan Janaka Mantrolot terputus. Asap tipis mengudara di ruangan itu.
Rumah itu berguncang hebat, digoyang gempa. Nago tersandar di kursi. Keringat dingin mengalir membasahi tubuhnya. Ia tertidur di kursi itu sampai subuh tiba.

Sementara itu Lola sedang berjuang antara hidup dan mati, di kamar mandi hotel. Benda yang ada dalam rahimnya mendesak hendak keluar. Darah menggenang di lantai kamar mandi, darah yang bercampur dengan cairan keputihan. Mengerang perempuan muda itu kesakitan. Kedua lututnya menggigil, ia terus mendorong agar benda yang ada dalam rahimnya keluar. Gadis itu berulang-ulang mengatur nafas, menarik nafas sedalam-dalamnya, lalu menghembuskan sebanyak mungkin.
Darah menggenang di hadapan Lola, bergelembung bagai balon-balon kecil. Gadis itu semakin ketakutan. Balon-balon kecil itu menyatu. Lalu bersatu padu dan membentuk sosok. Cairan putih lenyap tak berbekas Perut Lola kini telah kosong. Perempuan muda itu beringsut ke dinding. Ia lemas tak bertenaga.
Sekonyong-konyong petir menggelegar. Cahaya petir masuk ke dalam kamar mandi, dan menerpa sosok tersebut. Lola terpekik. Ia tewas dengan mata membelalak.
Di hadapan perempuan malang itu, merangkak makhluk aneh, manusia berkepala ular. Makhluk berkepala ular tersebut, layaknya bayi raksasa.
Bayi berkepala ular itu meraung panjang. Tiba-tiba terjadi perubahan pada bayi itu, ia kini tumbuh sebagai seorang lelaki berpostur tinggi semampai. Dia adalah Kati Muno yang baru saja lahir lewat rahim Lola.
Di luar sana bertiup angin kencang. Pohon-pohon bergoyang kencang. Angin bertiup semakin kencang, angin putting beliung. Debu di jalanan membubung ke udara. Kios-kios darurat yang berada di pinggir jalan ambruk. Orang-orang yang sedang makan dan minum di sana, berhamburan keluar.
Ombak tampak menggelora, menggulung naik. Perahu-perahu nelayan yang sedang melaut terpuruk dihempas gelombang. Langit mendung seketika. Angin puting beliung terus bertiup, suaranya berdesau-desau.
Pohon-pohon bertumbangan. Orang-orang yang berada di dalam rumah terbangun dari tidurnya. Pintu, jendela dan atap rumah terbuka, beterbangan dihantam angin putting beliung itu. Mereka berlarian keluar penuh kecemasan.

Ayam berkokok di kejauhan.
Westenk Jr terbangun, ia menghamparkan lengannya ke samping, mengira Lola masih ada di sana. Tapi lengannya yang menghampar hanya menyentuh bantal. Lelaki itu segera bangkit. Ia menangkap suara langkah kaki dan gemericik air di kamar mandi. “Dia sedang mandi,” gumamnya.
Kemudian Westenk Jr melangkah menuju kamar mandi. Ia bermaksud hendak membuat kejutan pada Lola. Lelaki itu berjingkat agar langkahnya tak kedengaran oleh Lola.. Tapi sebelum ia membuka kamar mandi, pintu tersebut terbuka. Bola mata Westenk membelalak. Di depannya berdiri seorang lelaki tanpa busana.
Menyeringai makhluk tersebut menatap Westenk Jr. Sepasang mata makhluk itu mencorong tajam bagai hendak membakar laki-laki tersebut. Westenk mundur seraya menuding ke arah Kati Muno. “Kamu memperkosa Lola?”
“Grrrhh!”
Dengan segala sisa nyali yang ada padanya, Westenk Jr bergegas ke kamarnya. Segera ia mengambil pistol di bawah bantal. Sementara itu Kati Muno terus mendekati laki-laki itu. “Jangan mendekat!” Westenk Jr menodongkan pistol.
“Grrrh!”
Sekujur tubuh Westenk Jr berkeringatan.Telapak tangannya berpeluh, gagang pistol yang digenggamnya terasa licin. Tiba-tiba pistol itu meledak, peluru melesat kencang menghantam dada Kati Muno.
Surut selangkah Kati Muno. Ia meraba dadanya yang dihantam peluru. Lantas ia kutil peluru yang lengket di dada itu. Ia pandang sejenak, kemudian meletakkan di telapak tangannya.
Westenk Jr terperanjat. Apa yang dilihatnya, tidaklah masuk akal sama sekali. Ia menembak Kati Muno dengan jarak yang sangat dekat. Dan tembakan pistolnya telah menembus dada makhluk tersebut. Mestinya Kati Muno terkapar berlumuran darah. Namun keterperanjatan Westenk Jr hanya sesaat.
Kati Muno meniup peluru di telapak tangannya. Peluru itu melesat kencang dan menembus kening Westenk Jr. Lelaki itu terhempas ke lantai dengan kening berlobang.
Seekor burung gereja yang bertengger antene parabola terjungkal ke tanah, dan mati seketika. Kati Muno terbahak-bahak, tampak lidahnya menjulur bercabang dua.*** (Bersambung...21

Dari Meja Kerja Amran SN
Padangsarai - Sumatera Barat, Juli 2011

0 komentar:

Posting Komentar