Selasa, 10 Januari 2012

Aku Bermimpi Aku ingin Hidup Seribu Tahun Lagi


AMRAN SN
            Orang bilang mimpi itu bunga tidur. Dalam keseharian mimpi itu adalah angan-angan, terutama ketika mimpi atau angan-angan itu dikaitkan dengan kemampuan kita. “Jika kail panjang sejengkal, janganlah laut hendak diduga.” Artinya, mimpi itu mengada-ada karena mereka melihat kenyataan yang melekat pada diri pemimpi tersebut. Bagaimana mungkin aku berangan-angan mendapat hadiah Nobel Sastra sementara aku hanya penulis lokal. Atau aku bercita-cita membangun rumah baca bertingkat tiga yang berisi sejuta buku. Sementara itu aku hanya seorang penulis miskin. Dan tidak mempunyai koneksi yang bisa meujudkan mimpi tersebut. Maka mimpi akan tinggal mimpi.
            Namun sekarang dunia telah berubah. Cara pandang masyarakat pun lebih terbuka. Mimpi ukan hanya  diterjemahkan sebagai bunga tidur, mimpi adalah imajinatif, cita-cita yang masih tersimpan. Dengan mimpi kita dapat melanjutkan ke dalam bentuk kreativitas dan akhir bergerak ke arah ujud apa yang dipesankan oleh mimpi tersebut. Mimpi itu pada alam kenyataan adalah cita-cita, ide, gagasan manusia. “Bermimpilah setinggi langit tapi ketika engkau bangun jadikanlah mimpi itu kenyataan!”
            Jika demikian, maka aku harus berupaya sedaya mungkin agar mimpi itu terwujud dalam kehidupan nyata ini. Bagaimana caranya? Caranya tentu dengan kerja keras (nasehat kalsik). Bukan duduk termanggu-manggu. Bila aku ingin meraih hadiah Nobel Sastra, aku harus memperbaiki kualitas karya sastra tersebut. Bisa dimulai kembali memperbaiki karya yang telah ada atau menelusuri kembali kelemahan-kelemahan penulisan yang aku lakukan dan mempertajam gagasan atau ide yang singgah dalam kepala. Kemudian mengirimkan karya tersebut ke penerbitan. Jangan takut tulisan ditolak. Sungguh penulis yang pada awalnya gagal, karya-karyanya ditolak penerbit. Tapi kegagalan itulah yang menjadikan mereka pengarang terkenal.
            Lantas mimpi mengenai membangun bangunan berlantai tiga yang berisikan  sejuta buku. Sehingga orang-orang datang ke gedung itu untuk membaca secara gratis. Sepintas lalu, kalau dikaitkan dengan kehidupanku – seorang penulis yang senantiasa hidup pas-pasan, memang suatu hal mustahil. Pastilah banyak orang mencibir, “Amran SN itu miskin dan lansia serta uzur. Angan-angannya tak sesuai dengan bayang-bayang dirinya.”
            Aku patah semangat? Tidak!
            Aku akan terus berjuang mewujudkan mimpi itu. 30 tahun sudah aku menjadi pengarang, demikian banyak yang aku tulis dan kirimkan ke mass media, baik media lokal maupun media terbitan ibukota. Bahkan ada yang menjuluki aku,”Amran SN tidak ke mana- mana tapi dia ada di mana.” Namun aku belum puas. Aku merasa belum ada apa-apanya.
            Lalu aku mendirikan website online, “Minangkabau Online” bersama Yunizar Nasyam. Dengan Minangkabau Online tersebut aku berharap dapat dikenal lebih luas, tulisan, gagasanku dibaca orang sedunia. Ironisnya, aku dipecat oleh Yunizar Nasyam sebagai Pimpinan redaksi. Padahal gagasan, ide mendirikan Minangkabau Online berasal dari aku.
            Apa yang salah? Aku kurang paham tentang salah atau benar. Namun yang aku ketahui gagasanku itu gagal! Kabar terakhir yang kuterima, Minangkabau Online gulung tikar. Aku sedih.
            Selanjutnya, apakah harus tenggelam dalam kesedihan. Aku memang bukan orang yang suka berlama-lama bersedih, menyesali diri. Betapa banyaknya dalam kehidupanku mengkhianati mimpi-mimpiku. Di mana sebelum mendirikan Minangkabau Online, aku juga menerbitkan koran mingguan Rancang bersama Pinto Janir, Alwi Karmena. Koran mingguan itu tak berumur panjang. Dan dihentikan penerbitannya. Alasan klasiknya adalah kurang dana pendukung.
Kini aku berpikir, barangkali kelemahanku adalah bekerjasama dengan orang lain. Mungkin aku ingin mau menang sendiri. Tidak mau menerima pendapat orang lain. Yah, kalau begitu aku harus bekerja sendri. Aku punya ide, aku lahirkan dan dikerjakan sendiri. Walaupun aku tahu, aku pasti memerlukan orang lain untuk melahirkan ide-ide tersebut. Aku membuat Blogspot Tambo Dunia..
Blogspot ini aku biayai sendiri, dan bagi mereka yang mengakses tidak dipunggut biaya. Tentu saja semua hal ini membuat aku agak kerepotan. Bukan karena mengumpulkan tulisan yang akan dimuat di Tambo Dunia tapi menyangkut dana pendukung. Justru karena itu aku berharap bagi mereka yang peduli/bersimpati/empati agar dapat memberikan sumbangan – sumbangan yang tidak dibatasi jumlahnya. Bila anda ingin memberikan sumbangan maka silahkan kirimkan ke Simpedes Bank BRI – Unit Lubuk Buaya – Padang – No. Rekening; 5470-01-007311-53-7.
            Atas kepedulian, simpati dan empati anda kuucapkan terma kasih, sebelum dan sesudahnya. Semoganya bantuan anda mendapat pahala dari Allah Swt.
            Dengan Blogspot ini aku akan Hidup Seribu Tahun Lagi. Ha….Ha….Ha. Dan dunia akan ketawa. (Bisa juga menangis)


Padang, 9 Oktober 2011

0 komentar:

Posting Komentar