Sabtu, 07 Januari 2012

KECAPI NAGA (5)


5

Sebuah Tawaran

Gugum bimbang berdiri di halaman kediaman Tuan Logos. Masih segar dalam ingatannya, atasannya tersebut telah memacat dia karena tuduhan berselingkuh dengan Olivia. Belakangan diketahui, perselingkuhan tersebut memang dipersiapkan oleh Anurangga. Sekarang Gugum dipanggil kembali oleh komandannya itu. Ada apa sebenar? Gugum bertanya dalam hatinya.
Logos menyambut Gugum ramah. Seperti biasanya, bibir lelaki tersebut selalu tersenyum menerima siapa saja, demikian juga dengan Gugum. “Sudah lama kita tidak bertemu,” Logos mengawali pembicaraan mereka. “Gimana kabar kamu?”
Semula Gugum bimbang akan pertemuan tersebut. Tapi melihat keramahan Logos, rasa percaya dirinya kembali pulih. “Ya, beginilah saya, Pak.”
“Saya sudah lama mencari kesempatan untuk memanggilmu. Agaknya bulan Ramadhan ini suatu momen yang tepat. Di mana sebagai seorang muslim, kita harus merekat silahturahmi yang pernah terputus.”
Gugum tidak menyahut.
“Saya minta maaf karena telah membuat engkau susah.”
“Mestinya saya yang minta maaf pada bapak. Perbuatan saya membuat bapak pusing,” sahut Gugum.
Logos diam sesaat. Lelaki itu tersenyum lagi. Wajah sang komandan tersebut ceria. “Sebenarnya kamu belum saya pecat. Usulan surat pemecatanmu masih saya simpan dalam laci. Belum dikirim ke pusat.”
“Terima kasih.”
“Dan kali ini, kamu punya tugas baru. Tugas yang menantang bahaya. Namun saya percaya, kamu mampu melaksanakannya.” Logos menatap laki-laki di depannya tersebut. “Markas Besar telah mencium adanya sindikat yang memasok senjata pada pemberontak di daerah konflik.”
“Siapa mereka, Pak?”
“Dia adalah Anurangga dan kelompoknya.”
“Bukankah Anurangga itu….”
Logos menggoyang telunjuknya. “Sekarang mereka bukan lagi sekutu kita. Mereka harus kita musnahkan!”
“Saya sudah menduga. Suatu saat ia akan menjerumuskan bapak.”
“Justru karena itu, kamu diaktifkan kembali. Dan mulai besok, kamu segera menyelidiki kegiatan mereka.”
“Siap, Pak.”
Logos memanggil Kompe. “Mulai hari ini kamu dan Gugum berpartner lagi. Saya akan terus memantau kegiatan kalian.”
Kedua orang tersebut mengangguk.
“Oya, saya ingin berkenalan dengan temanmu yang bernama Nago itu. Saya ingin bicara dengan dia,” ujar Logos kemudian.
Gugum mengerling pada Logos, dari wajah sang komandan itu tampak ekspresi keinginan untuk bertemu dengan Nago. Sebelum ia datang memenuhi panggilan Logos, Gugum memang telah bertemu dengan pendekar tersebut. Ternyata Nago tidak tewas dalam peristiwa peledakan bom yang menggemparkan tersebut. Bila disikapi dengan akal sehat, mustahil seseorang yang dekat berada di lokasi peledakan, dapat selamat dari kematian. Lalu kenapa tiba-tiba Logos ingin bertemu dengan lelaki itu. Apakah sang komandan tersebut telah mengetahui siapa sebenarnya Nago.
“Mengapa bapak ingin bertemu dengan Nago. Di mana bapak mengenal lekai tersebut?”
Logos berganti-ganti memandang Gugum dan Kompe. “Saya seorang komandan militer. Naluri militer saya demikian kental. Di West Point saya dilatih untuk melihat apa yang nyata dan menyikapi kemustahilan. Justru karena itulah, saya mengetahui siapa Nago. Dia bukan manusia biasa. Dia manusia abadi, sama dengan Anurangga dan kawan-kawannya. Dunia kita berbeda dengan dunia mereka.”
“Bapak ingin memanfaatkan dia?”
Sang komandan mengangguk.
“Maaf. Saya tidak sependapat dengan bapak,” spontan Gugum menukas.
Logos mengukir senyum di bibir. Dan ketawa.
Gugum dan Kompe saling bertukar pandangan.
Sang komandan menggoyang telunjuk. “Kalian harus mendengar baik-baik. Tugas ini bukan tugas pribadi tapi tugas negara. Demi keselamatan negara, seorang prajurit rela mengorbankan apa saja. Termasuk mengorbankan nilai-nilai. Dalam membela negara yang penting adalah mencapai tujuan. Bukan melihat nilai-nilai!”
Kedua orang itu, Gugum dan Kompe diam. Mereka tidak menyahut.
Lagi-lagi Logos tersenyum. Ia duduk tenang di mejanya. Serine tanda berbuka puasa kedengaran. “Mari kita berbuka bersama,” ajak lelaki itu pada mereka.

*

Gugum menceritakan pembicaraannya dengan Logos pada Nago malam itu. Tampak kehati-hatian Gugum menyampaikan pesan Logos. Kadangkala ucapannya terbata-bata.
“Mas Gugum tidak perlu sungkan. Saya paham kenapa Logos ingin mengajak saya bergabung.”
“Jadi kamu ingin bergabung?”
“Agaknya bukan masalah setuju atau tidak. Akan tetapi lebih baik, saya dan Logos bertemu muka dulu. Dan ingin menyampaikan sesuatu padanya.”
*
Keesokan malam Nago dan Gugum bertemu dengan Logos. Seperti yang disampaikan oleh Gugum, Logos memang mengharapkan Nago untuk bergabung dalam misi yang hendak dijalankannya. Dalam percakapan tersebut Nago menyinggung tentang nasib Katib Agam yang sampai sekarang masih dipenjara di LP Cipinang.
“Saya bersumpah, ditangkapnya Katib Agam sama sekali bukanlah atas gagasan instansi kami,” kilah Logos.
“Tapi peranan instansi tuan berperanan dalam penangkapan tersebut. Gugum dan Kompe berada di sana ketika itu. Apakah tuan bisa mengelak dan mungkir akan peranan tersebut?”
Terdiam sejenak Gugum. Kemudian berkata, nadanya mendesah. “Kelihatannya memang saya tidak bisa mungkir. Tapi perlu anda ketahui, perintah itu datang dari Pusat. Sebagai abdi negara, saya harus patuh pada perintah.” Logos menatap Nago. “Maafkan saya.”
“Sekarang tuan mengajak saya bergabung. Bergabung untuk menggagalkan pengiriman senjata ke daerah konflik, yang dilakukan oleh suatu sindikat. Saya tidak punya kepentingan dalam misi ini. Bagaimana kalau saya menolak!”
Kelat kerongkongan Logos seketika. Ia lalu mereguk minuman di hadapannya, kerongkongannya jadi basah. Lalu membakar sebatang cerutu, menghirupnya dalam-dalam. Sayu pandangannya pada Nago. Berkedip-kedip mata tersebut. “Saya harap engkau menjadi warganegara yang baik. Berikanlah apa yang terbaik bagi negaramu. Dan jangan minta apa pun kepada negaramu,” kata lelaki itu menggurui Nago.
Ketawa renyah Nago mendengar ucapan Logos yang menyitir ucapan Jhon.F. Kennedy. “Anda terlalu mendewakan-dewakan pikiran Barat sehingga melupakan nilai-nilai warisan nilai nenek moyang kita,” sindir Nago.
Tersentak Logos mendengar sindirian lelaki tersebut. Sebuah sindiran yang berani dan apa adanya. “Saya kagum akan keberanian anda berbicara. Sedikit pun tidak merasa takut.”
“Saya tahu tahu mempunyai kekuasaan di daerah ini. Tapi ketahuilah, saya sudah kenyang berhadapan dengan kekuasaan. Sering dipojokkan. Dan saya acapkali diburu. Namun saya yakin kebenaran pasti menang!”
Kelabu wajah Logos mendengar sindiran keras lelaki tersebut. Tetapi Logos bukanlah orang yang mudah larut dalam situasi. Dia bukan prajurit biasa. Bertahun-tahun ia dididik melepaskan diri untuk mengatasi dan masalah serumit apa pun. Ia tersenyum. Mengukir keramahan dalam senyum tersebut. “Saya mohon anda mau menerima tawaran ini. Marilah kita tinggalkan ganjalan dalam hati masing-masing.”
Suasana hening di ruangan itu. Gugum merasa gerah kendati di ruang tersebut sejuk karena ada AC. Demikian juga Kompe, ia seakan-akan berada di padang pasir pada siang hari bolong. Pula, Logos menyesal akan segala ucapannya yang baru saja keluar dari bibirnya itu.
“Saya pikirkan tawaran tuan,” sahut Nago memecahkan kesunyian.
Logos terpaku. Ia lebih terpaku lagi ketika Nago keluar melangkah keluar ruangan.** (Bersambung...6)

0 komentar:

Posting Komentar